Edisi ke-12 Tahun ke-4 / 27 Januari 2006 M / 27 Dzul Hijjah 1426 H
Seorang
mukmin hidup di dunia ibaratnya seperti orang asing atau musafir. Suatu
permisalan yang penuh makna dan pesan yang agung. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبَيَّ
فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ.
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ
فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ
الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ
لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda, “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian).” Lalu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Apabila
engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari.
Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga
sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan
pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Bukhariy no.6416)
Para ‘ulama menjelaskan hadits ini dengan
mengatakan, “Janganlah engkau condong kepada dunia; janganlah engkau
menjadikannya sebagai tempat tinggal (untuk selama-lamanya -pent);
janganlah terbetik dalam hatimu untuk tinggal lama padanya; dan
janganlah engkau terikat dengannya kecuali sebagaimana terikatnya orang
asing di negeri
keterasingannya (yakni orang asing tidak akan terikat di tempat tersebut
kecuali sedikit sekali dari sesuatu yang dia butuhkan �pent.); dan
janganlah engkau tersibukkan padanya dengan sesuatu yang orang asing
yang ingin pulang ke keluarganya tidak tersibukkan dengannya; dan
Allah-lah yang memberi taufiq.”
Permisalan Seorang Mukmin di Dunia
Inilah permisalan yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
inilah kenyataannya. Karena sesungguhnya seseorang di dunia ibaratnya
seorang musafir. Maka dunia bukanlah tempat tinggal yang tetap
(selama-lamanya). Bahkan dunia itu sekedar tempat lewat yang cepat
berlalunya. Orang yang melewatinya tidak pernah merasa letih baik malam
maupun siang hari.
Adapun seorang musafir biasa, kadang-kadang dia
singgah di suatu tempat lalu dia bisa beristirahat. Akan tetapi musafir
dunia (yakni permisalan orang mukmin di dunia �pent.) tidak pernah
singgah, dia terus-menerus dalam keadaan safar (perjalanan). Berarti
setiap saat dia telah menempuh suatu jarak dari dunia ini yang
mendekatkannya ke negeri akhirat.
Maka bagaimana sangkaanmu terhadap suatu perjalanan
yang pelakunya senantiasa berjalan dan terus bergerak, bukankah dia
akan sampai ke tempat tujuan dengan cepat? Tentu, dia akan cepat sampai.
Karena inilah Allah Ta’ala menyatakan,
Makna Hadits Ini
Berkata Ath-Thibiy, “Kata ‘atau‘ (dalam hadits ini) tidaklah menunjukkan keraguan bahkan menunjukkan pilihan dan kebolehan dan yang paling baiknya adalah bermakna ‘bahkan‘.” Yakni maknanya: “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau bahkan seperti musafir.”
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Maka hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekedar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Atau bahkan seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Maka seorang mukmin hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“Pada hari mereka melihat
hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia)
melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (An-Naazi’aat:46)Makna Hadits Ini
Berkata Ath-Thibiy, “Kata ‘atau‘ (dalam hadits ini) tidaklah menunjukkan keraguan bahkan menunjukkan pilihan dan kebolehan dan yang paling baiknya adalah bermakna ‘bahkan‘.” Yakni maknanya: “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau bahkan seperti musafir.”
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Maka hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekedar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Atau bahkan seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Maka seorang mukmin hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
Keadaan Orang Asing dan Musafir
Berkata Al-Imam Abul Hasan ‘Ali bin Khalaf di dalam
Syarh Al-Bukhariy, “Berkata Abu Zinad, “Makna hadits ini adalah anjuran
untuk sedikit bergaul dan berkumpul serta zuhud terhadap dunia.”
Kemudian Abul Hasan berkata, “Penjelasannya adalah
bahwa orang asing biasanya sedikit berkumpul dengan manusia sehingga
terasing dari mereka. Karena hampir-hampir dia tidak pernah melewati
orang yang dikenalnya dan diakrabinya serta orang-orang yang biasanya
berkumpul dengannya. Sehingga dia pun merasa rendah diri dan takut.
Demikian pula dengan seorang musafir. Dia tidak
melakukan perjalanan melainkan sekedar kekuatannya. Dan dia pun hanya
membawa beban yang ringan agar tidak terbebani untuk menempuh
perjalanannya. Dia tidak membawa apa-apa kecuali hanya sekedar bekal dan
kendaraan sebatas yang dapat menyampaikannya kepada tujuan.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap
dunia dimaksudkan agar dapat sampai kepada tujuan dan mencegah
kegagalan. Seperti halnya seorang musafir. Dia tidak membutuhkan membawa
bekal yang banyak kecuali sekedar apa yang bisa menyampaikannya ke
tempat tujuan.
Demikian pula halnya dengan seorang mukmin dalam
kehidupan di dunia ini. Dia tidak membutuhkan banyak bekal kecuali hanya
sekedar bekal untuk mencapai tujuan hidupnya yakni negeri akhirat.”
Dia tidak mengambil bagian dari dunia ini kecuali
apa-apa yang bisa membantunya untuk taat kepada Allah dan ingat negeri
akhirat. Hal inilah yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Berkata Al-’Izz ‘Ila`uddin bin Yahya bin Hubairah, “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
agar kita menyerupai orang asing. Karena orang asing itu apabila
memasuki suatu negeri, dia tidak mau bersaing dengan penduduk pribumi.
Dan tidak pula berbuat sesuatu yang mengejutkan sehingga orang-orang
melihat dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan mereka.
Misalnya dalam berpakaian. Sehingga dia pun tidak bermusuhan dengan
mereka. Tentunya selama dalam batasan syar’i.
Demikian pula halnya dengan seorang musafir. Dia tidak mendirikan rumah dalam perjalanannya. Dan dia menghindari perselisihan dengan manusia karena dia ingat bahwa dia tinggal bersama mereka hanyalah untuk sementara waktu saja.
Maka setiap keadaan orang asing ataupun seorang musafir adalah baik bagi seorang mukmin untuk diterapkan dalam kehidupannya di dunia. Karena dunia bukanlah negerinya, juga karena dunia telah membatasi antara dirinya dengan negerinya yang sebenarnya (yakni negeri akhirat).”
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. Dia tidaklah berlomba-lomba dan bersaing dalam masalah dunia sebagaimana orang asing. Dan juga tidak berniat tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seorang musafir.
Demikian pula halnya dengan seorang musafir. Dia tidak mendirikan rumah dalam perjalanannya. Dan dia menghindari perselisihan dengan manusia karena dia ingat bahwa dia tinggal bersama mereka hanyalah untuk sementara waktu saja.
Maka setiap keadaan orang asing ataupun seorang musafir adalah baik bagi seorang mukmin untuk diterapkan dalam kehidupannya di dunia. Karena dunia bukanlah negerinya, juga karena dunia telah membatasi antara dirinya dengan negerinya yang sebenarnya (yakni negeri akhirat).”
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. Dia tidaklah berlomba-lomba dan bersaing dalam masalah dunia sebagaimana orang asing. Dan juga tidak berniat tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seorang musafir.
Jangan Menunda-nunda Amal!
Adapun perkataan Ibnu ‘Umar, “Apabila engkau
berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan
apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore
hari” adalah anjuran beliau agar seorang mukmin senantiasa
mempersiapkan diri terhadap datangnya kematian. Sedangkan mempersiapkan
datangnya kematian adalah dengan amal shalih. Dan beliau juga
menganjurkan agar memendekkan angan-angan.
Maksudnya adalah janganlah menunggu amal-amal yang
bisa dikerjakan di malam hari untuk pagi hari. Bahkan bersegeralah
beramal. Begitu pula tatkala pagi hari. Janganlah terbetik di dalam
hatimu bahwa engkau akan bertemu dengan sore hari sehingga engkau pun
akhirkan amal-amal pagimu untuk malam hari.
Ketika engkau berada di waktu sore janganlah mengatakan, “Nanti, masih ada waktu pagi”.
Betapa banyaknya seseorang yang berada di sore hari tidak menjumpai
waktu pagi. Demikian juga ketika engkau berada di waktu pagi janganlah
mengatakan, “Nanti, masih ada waktu sore.” Karena betapa banyaknya seseorang yang berada di waktu pagi tetapi tidak menjumpai sore hari dikarenakan ajal menjemputnya.
Kalaupun engkau bisa menjumpai waktu pagi atau
sore, belum tentu engkau bisa melakukan pekerjaan yang engkau tunda
dikarenakan kesibukan menghampirimu atau sakit menimpamu. Hal ini telah
diingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya,
Ketika datang waktu sakit dia baru merasakan betapa nikmatnya sehat. “Kenapa ketika sehat saya tidak menggunakannya untuk beramal shalih?” Ketika datang waktu sibuknya dia baru sadar betapa nikmatnya waktu luang. “Kenapa ketika punya waktu luang saya tidak menggunakannya untuk melakukan kebaikan?” Penyesalan selalu datang kemudian.
Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu juga menyatakan, “Dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu” yakni bersegeralah beramal shalih ketika sehat sebelum datangnya masa sakit. Karena seseorang ketika dalam keadaan sehat maka mudah baginya untuk beramal shalih, dikarenakan dia dalam keadaan sehat, dadanya lapang, dan jiwanya dalam keadaan senang. Sedangkan orang yang sakit dadanya sempit dan jiwanya dalam keadaan tidak gembira sehingga tidak mudah baginya untuk beramal.
Hal ini pun sebagai anjuran dari beliau untuk menjaga dan mempergunakan waktu sehat dengan sebaik-baiknya serta beramal dengan sungguh-sungguh padanya. Dikarenakan khawatir dia akan mendapatkan sesuatu yang akan menghalanginya untuk beramal.
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya (yaitu): nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhariy dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)Ketika datang waktu sakit dia baru merasakan betapa nikmatnya sehat. “Kenapa ketika sehat saya tidak menggunakannya untuk beramal shalih?” Ketika datang waktu sibuknya dia baru sadar betapa nikmatnya waktu luang. “Kenapa ketika punya waktu luang saya tidak menggunakannya untuk melakukan kebaikan?” Penyesalan selalu datang kemudian.
Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu juga menyatakan, “Dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu” yakni bersegeralah beramal shalih ketika sehat sebelum datangnya masa sakit. Karena seseorang ketika dalam keadaan sehat maka mudah baginya untuk beramal shalih, dikarenakan dia dalam keadaan sehat, dadanya lapang, dan jiwanya dalam keadaan senang. Sedangkan orang yang sakit dadanya sempit dan jiwanya dalam keadaan tidak gembira sehingga tidak mudah baginya untuk beramal.
Hal ini pun sebagai anjuran dari beliau untuk menjaga dan mempergunakan waktu sehat dengan sebaik-baiknya serta beramal dengan sungguh-sungguh padanya. Dikarenakan khawatir dia akan mendapatkan sesuatu yang akan menghalanginya untuk beramal.
Pergunakan Umurmu dengan Sebaik-baiknya!
“Dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum datang kematianmu” yakni
bersegeralah pergunakan waktu hidupmu selama engkau masih hidup (untuk
beramal shalih) sebelum engkau mati. Sebagai peringatan untuk menjaga
dan mempergunakan masa hidup dengan sebaik-baiknya. Karena sesungguhnya
seseorang apabila mati maka terputuslah amalnya. Telah shahih hal ini
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau bersabda, “Apabila
seseorang meninggal dunia maka terputuslah darinya amalnya kecuali tiga
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shalih
yang mendo’akannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian juga akan hilanglah angan-angannya dan muncullah penyesalannya yang besar karena keteledorannya dalam menjaga umurnya.
Dan ketahuilah bahwa kelak akan datang kepadanya suatu waktu yang panjang. Yakni tatkala dia berada di bawah tanah di mana dia tidak mampu lagi untuk beramal dan tidak memungkinkan pula baginya untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka hendaknya bersegera beramal selagi masih hidup.
Sungguh alangkah luas dan tingginya pengertian hadits ini yang mengandung berbagai macam kebaikan.
Demikian juga akan hilanglah angan-angannya dan muncullah penyesalannya yang besar karena keteledorannya dalam menjaga umurnya.
Dan ketahuilah bahwa kelak akan datang kepadanya suatu waktu yang panjang. Yakni tatkala dia berada di bawah tanah di mana dia tidak mampu lagi untuk beramal dan tidak memungkinkan pula baginya untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka hendaknya bersegera beramal selagi masih hidup.
Sungguh alangkah luas dan tingginya pengertian hadits ini yang mengandung berbagai macam kebaikan.
Jangan Panjang Angan-angan!
Sebagian ‘ulama menyatakan, “Allah Ta’ala mencela panjang angan-angan di dalam firman-Nya,
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda, “Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya �pent).” Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)
Inilah peringatan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memendekkan angan-angan dan merasakan dekatnya ajal dan takut kalau ajal datang kepadanya dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang tidak mengetahui ajalnya (dan semua orang tentunya tidak tahu kapan ajalnya datang �pent.) maka dia layak untuk berjaga-jaga akan kedatangannya dan menunggunya karena khawatir jika ajal mendatanginya disaat dia terpedaya dan lengah.
Maka seorang mukmin hendaklah dia senantiasa menjaga dirinya dengan mempergunakan umurnya sebaik-baiknya dan menentang angan-angan maupun hawa nafsunya karena manusia sering terpedaya oleh angan-angannya.
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan
dilalaikan oleh angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui
(akibat perbuatan mereka).” (Al-Hijr:3)”‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ
الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنَ،
فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ
الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ، وَغَدًا حِسَابٌ
وَلاَ عَمَلٌ
“Dunia berjalan meninggalkan manusia sedangkan akhirat berjalan
menjemput manusia, dan masing-masing memiliki generasi. Maka jadilah
kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia.
Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah amal dan belum dihisab
sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi
amal.”Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda, “Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya �pent).” Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)
Inilah peringatan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memendekkan angan-angan dan merasakan dekatnya ajal dan takut kalau ajal datang kepadanya dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang tidak mengetahui ajalnya (dan semua orang tentunya tidak tahu kapan ajalnya datang �pent.) maka dia layak untuk berjaga-jaga akan kedatangannya dan menunggunya karena khawatir jika ajal mendatanginya disaat dia terpedaya dan lengah.
Maka seorang mukmin hendaklah dia senantiasa menjaga dirinya dengan mempergunakan umurnya sebaik-baiknya dan menentang angan-angan maupun hawa nafsunya karena manusia sering terpedaya oleh angan-angannya.
‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati kami yang sedang memperbaiki gubuk kami. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Kami menjawab, “Gubuk ini telah rusak/reyot, kami sedang memperbaikinya.” Maka beliau pun bersabda, “Tidaklah aku melihat urusan ini (dunia) melainkan lebih cepat dari gubuk ini.” (HR. At-Tirmidziy no.2335)
Kita memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar
mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang zuhud
terhadap dunia, aamiin. Wallaahu A’lam.Maraaji’: Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/193-194, Maktabah Ash-Shafaa, Al-Qawaa’id wa Fawaa`id minal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.351, Syarh Al-Arba’iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.104-107, At-Ta’liiqaat ‘alal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.107-108.
0 komentar:
Posting Komentar